Sunday, June 16, 2013

#SANGJUARA dari Kampung Depok (Bagian Tiga)

 Setiap anak memiliki keunikan dan kelebihannya masing-masing. Di dunia psikoogi ini sering disebut dengan individual differences. Anak yang mungkin terlihat nakal di sekolah, ternyata memiliki sifat yang berkebalikan di rumahnya, misalnya saja pendiam dan malah mematuhi orang tuanya. Mungkin di sekolah dia hanya ingin mencari perhatian dan mengaktualisasi dirinya. Hal inilah yang kulihat pada kunjungan hari ini.


            Hari ini aku mengunjungi empat muridku yang berada di daerah Depok 2. Pertama, aku mengunjungi Trisnawan, salah satu anak terpintar dikelasku. Walau hanya tinggal bersama ibunya, namun itu tak menyurutkan semangatnya untuk ceria dan menikmati dunia anak-anak seperti lainnya. Walau kadang belajar rutinnya sering diselingi dengan menonton TV, namun dia tetap bisa mengikuti pelajaran dengan baik dan pintar di kelasnya.
            Kedua, aku mengunjungi Suyadi. Suyadi bisa dibilang salah satu anak yang aktif di kelasku dan juga merupakan anak yang mendapat perhatian khusus dariku. Dari cerita guru kelas V, Bapak Jaenuddin, Suyadi adalah salah satu yang tidak naik kelas tahun lalu. Di mata teman-temannya, dia termasuk murid yang suka mengganggu teman-temannya. Sayangnya ketika aku berkunjung, orang tuanya sedang pergi ke sawah. Sejenak ku menikmati pemandangan sawah yang indah dari luar rumahnya dan bercengkrama sedikit. Rumahnya terbilang sederhana tetapi tidak memiliki toilet.
            Ternyata, Suyadi anaknya santun dan ramah ketika ku berkunjung ke rumahnya. Kulihat dari matanya, ada mata seorang anak yang masih membutuhkan perhatian orang tuanya. Orang tua yang setiap harinya pergi ke sawah mungkin menyebabkan Suyadi kurang diperhatikan. Apalagi, keenam kakaknya sekarang sudah merantau ke Jakarta sehingga kalau orang tuanya ke sawah, dia hanya sendiri dirumah. So, jadi benar kan istilah don’t judge book by its cover?
            Kemudian, ku berkunjung kerumahnya Aat. Aat ini juga termasuk murid yang menonjol di kelasku. Ibunya termasuk orang yang ceria dan kami pun enak mengobrol saat itu. Ibunya menceritakan kebiasaan Aat yang selalu belajar setiap harinya. Hal ini membuatku senang. Semangat dan senyum mereka ternyata lahir dari kebiasaan yang telah ditanamkan di rumah. Ibu juga menyayangkan akan segera berakhirnya Gerakan UI Mengajar ini.
            “Kita teh seneng adek-adek pada datang kesini, anak-anak jadi semangat belajar.
Tapi teh bentar lagi pulang ya?”

Cepat atau lambat kami akan kembali kok, bu. Kembali dengan melihat semangat anak-anak yang terus berkobar untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya.
Selanjutnya, aku berkunjung ke rumahnya Sanah yang tidak jauh dari rumahnya Aat. Namun, sayangnya kedua orang tuanya juga sedang ke sawah. Akhirnya, aku berbincang-bincang dengan nenek dan kakaknya. Ketika sedang berbincang-bincang, datang seorang kakek. Aku mengenalinya. Beliau adalah orang yang memberikan kami minum ketika kami pertama kali menginjakkan kaki di Kampung Depok.
Sang kakek banyak menceritakan kisah hidupnya. Beliau ternyata dulu ketika masih usia sekolah, menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat di Sumedang. Dan beliau telah tinggal di Kampung Depok ini selama 40 tahun. Beliau juga banyak berterimakasih kepadaku dan rekan-rekan dari Gerakan UI Mengajar telah mau datang ke Kampung Depok ini. Beliau mengucapkannya sambil berlinang air mata dan sesekali terisak-isak.
“Bapak makasih banyak ya kalian-kalian teh udah pada mau datang kesini.
Bahkan gubernur pun belum pernah datang kesini. Maap ya kalo jalannya teh pada rusak”

Tidak apa-apa, bapak. Kami justru senang dan bersyukur bisa ditempatkan di Kampung Depok ini. Banyak pelajaran hidup yang bisa kami dapat dan belajar bersyukur untuk hal-hal yang kecil sekalipun yang terkadang lupa untuk kami syukuri.
Diakhir perbincangan sore ini, dengan mata yang merah dan sedikit air mata yang kulihat di matanya, terselip sebuah doa dan harapan dari hatinya.

“Bapak doain ya semua lancar kuliahnya dan bisa lulus semuanya. Nanti kalo udah
pada sukses semuanya, jadilah gubernur terus bangun Kampung Depok ya.
Ato kalo nanti udah lulus, gak apa-apa pada balik ke sini ya? Ditempatin disini,
di Kampung Depok”

 ***


            Kebersamaan dan keceriaan itu pun berakhir pada tanggal 31 Januari 2013 dimana pada hari itu kami harus meninggalkan Kampung Depok. 23 hari sudah saya dan teman-teman Gerakan UI Mengajar menghabiskan waktu, berbagi keceriaan, dan semangat belajar kepada anak-anak di Kampung Depok. Pada tanggal 1 Juni 2013 saya kembali menginjakkan kaki di Bekasi.


Kelas 5 #SangJuara dari Kampung Depok

No comments:

Post a Comment