Setiap
anak memiliki keunikan dan kelebihannya masing-masing. Di dunia psikoogi ini
sering disebut dengan individual
differences. Anak yang mungkin terlihat nakal di sekolah, ternyata memiliki
sifat yang berkebalikan di rumahnya, misalnya saja pendiam dan malah mematuhi
orang tuanya. Mungkin di sekolah dia hanya ingin mencari perhatian dan
mengaktualisasi dirinya. Hal inilah yang kulihat pada kunjungan hari ini.
Hari ini aku mengunjungi empat
muridku yang berada di daerah Depok 2. Pertama, aku mengunjungi Trisnawan,
salah satu anak terpintar dikelasku. Walau hanya tinggal bersama ibunya, namun
itu tak menyurutkan semangatnya untuk ceria dan menikmati dunia anak-anak
seperti lainnya. Walau kadang belajar rutinnya sering diselingi dengan menonton
TV, namun dia tetap bisa mengikuti pelajaran dengan baik dan pintar di
kelasnya.
Kedua, aku mengunjungi Suyadi.
Suyadi bisa dibilang salah satu anak yang aktif di kelasku dan juga merupakan
anak yang mendapat perhatian khusus dariku. Dari cerita guru kelas V, Bapak
Jaenuddin, Suyadi adalah salah satu yang tidak naik kelas tahun lalu. Di mata
teman-temannya, dia termasuk murid yang suka mengganggu teman-temannya.
Sayangnya ketika aku berkunjung, orang tuanya sedang pergi ke sawah. Sejenak ku
menikmati pemandangan sawah yang indah dari luar rumahnya dan bercengkrama
sedikit. Rumahnya terbilang sederhana tetapi tidak memiliki toilet.
Ternyata, Suyadi anaknya santun dan
ramah ketika ku berkunjung ke rumahnya. Kulihat dari matanya, ada mata seorang
anak yang masih membutuhkan perhatian orang tuanya. Orang tua yang setiap
harinya pergi ke sawah mungkin menyebabkan Suyadi kurang diperhatikan. Apalagi,
keenam kakaknya sekarang sudah merantau ke Jakarta sehingga kalau orang tuanya
ke sawah, dia hanya sendiri dirumah. So,
jadi benar kan istilah don’t judge book
by its cover?
Kemudian, ku berkunjung kerumahnya
Aat. Aat ini juga termasuk murid yang menonjol di kelasku. Ibunya termasuk
orang yang ceria dan kami pun enak mengobrol saat itu. Ibunya menceritakan
kebiasaan Aat yang selalu belajar setiap harinya. Hal ini membuatku senang.
Semangat dan senyum mereka ternyata lahir dari kebiasaan yang telah ditanamkan
di rumah. Ibu juga menyayangkan akan segera berakhirnya Gerakan UI Mengajar
ini.
“Kita teh seneng adek-adek pada
datang kesini, anak-anak jadi semangat belajar.
Tapi teh bentar lagi pulang ya?”
Cepat
atau lambat kami akan kembali kok, bu. Kembali dengan melihat semangat
anak-anak yang terus berkobar untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya.
Selanjutnya,
aku berkunjung ke rumahnya Sanah yang tidak jauh dari rumahnya Aat. Namun,
sayangnya kedua orang tuanya juga sedang ke sawah. Akhirnya, aku
berbincang-bincang dengan nenek dan kakaknya. Ketika sedang berbincang-bincang,
datang seorang kakek. Aku mengenalinya. Beliau adalah orang yang memberikan
kami minum ketika kami pertama kali menginjakkan kaki di Kampung Depok.
Sang
kakek banyak menceritakan kisah hidupnya. Beliau ternyata dulu ketika masih
usia sekolah, menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat di Sumedang. Dan beliau
telah tinggal di Kampung Depok ini selama 40 tahun. Beliau juga banyak
berterimakasih kepadaku dan rekan-rekan dari Gerakan UI Mengajar telah mau
datang ke Kampung Depok ini. Beliau mengucapkannya sambil berlinang air mata
dan sesekali terisak-isak.
“Bapak makasih banyak ya kalian-kalian teh udah pada
mau datang kesini.
Bahkan gubernur pun belum pernah
datang kesini. Maap ya kalo jalannya teh pada rusak”
Tidak apa-apa,
bapak. Kami justru senang dan bersyukur bisa ditempatkan di Kampung Depok ini.
Banyak pelajaran hidup yang bisa kami dapat dan belajar bersyukur untuk hal-hal
yang kecil sekalipun yang terkadang lupa untuk kami syukuri.
Diakhir
perbincangan sore ini, dengan mata yang merah dan sedikit air mata yang kulihat
di matanya, terselip sebuah doa dan harapan dari hatinya.
“Bapak doain ya semua lancar kuliahnya dan bisa
lulus semuanya. Nanti kalo udah
pada sukses semuanya, jadilah gubernur terus bangun
Kampung Depok ya.
Ato kalo nanti udah lulus, gak apa-apa pada balik ke
sini ya? Ditempatin disini,
di Kampung Depok”
***
Kebersamaan dan keceriaan itu pun berakhir pada tanggal 31 Januari 2013 dimana pada hari itu kami harus meninggalkan Kampung Depok. 23 hari sudah saya dan teman-teman Gerakan UI Mengajar menghabiskan waktu, berbagi keceriaan, dan semangat belajar kepada anak-anak di Kampung Depok. Pada tanggal 1 Juni 2013 saya kembali menginjakkan kaki di Bekasi.
Kelas 5
#SangJuara dari Kampung Depok
No comments:
Post a Comment