Hari-hari
pun berlanjut. Di SDN Kertaraharja 3 ini, aku bersama rekan-rekan pengajar
lainnya menggantikan guru asli disini untuk
mengajar anak-anak. Para guru tersebut mendapatkan materi mengajar kreatif dari
para panitia. Dengan telah dibekali sebelumnya tentang mengajar kreatif, kami yang
notabene bukan berkuliah di jurusan keguruan mencoba untuk menjadi guru bagi
anak-anak kami disini. Para guru aslinya mendapatkan pelatihan mengajar kreatif
dan pembekalan-pembekalan lainnya oleh panitia GUIM.
Bersama para
pengajar Gerakan UI Mengajar titik 3
Salah satu
pengalaman mengajar yang saya alami adalah ketika ingin mengajar pelajaran
Sejarah pada tanggal 18 Januari 2013. Ketika kelas sudah dimulai dengan doa dan
absensi, posisi tempat duduk kuubah menjadi bentuk U seperti bentuk kalau mau rapat.
Anak-anak dengan sigapnya membantuku merapikannya sambil bertanya-tanya, “Kita
mau ngapain bapak? Mau sidang ya?”. “Lihat nanti saja ya.” Jawabku santai
sambil menahan tawa karena pertanyaan mereka.
Ketika semua sudah siap, kutuliskan
di papan tulis “Selamat Datang di KONGRES SUMPAH PEMUDA 1”. Anak-anak bertambah
penasaran ketika kutuliskan di beberapa kertas nama-nama organisasi peserta
kongres pemuda, misalnya Jong Java, Jong
Celebes, Jong Sumatera, dll. Ya, yang kusiapkan untuk anak-anakku adalah
simulasi Kongres Sumpah Pemuda. Aku bertindak sebagai pemimpin rapat. Kucoba
menyisipkan kata-kata pembakar semangat untuk lebih menghidupkan suasana dan
disambut oleh para murid-muridku dengan teriakan, “Merdekaa! Merdekaa!”.
Sesekali mereka tertawa dengan apa
yang kulakukan. Aku berteriak, membangkitkan semangat anak-anak seolah-olah aku
sedang membangkitkan semangat pemuda untuk menyatukan kekuata mengusir
penjajah, dan ditambah dengan seruan “Merdekaa! Merdekaa!”. Hingga simulasi
Kongres Sumpah Pemuda 2 mereka terlihat antusias. Hingga akhirnya ditutup
dengan mengnyikan lagu Indonesia Raya dan mengucapkan Sumpah Pemuda secara
bersama-sama.
Keseruan hari ini tidak hanya
berakhir disitu saja. Setelah istirahat, kuajak anak-anak keluar kelas dan
berkumpul di rerumputan dekat sekolah. Aku mengajak anak-anak untuk bermain
perkusi alam dimana mereka memainkan alat music dari barang-barang sederhana
yang ada di sekitar mereka. Dengan semangat mereka mencarinya. Ada yang
mendapat pecahan piring, botol, bambu, pecahan keramik, kardus bekas KIT IPA,
dan batok kelapa. Namun, semesta nampaknya belum mengizinkan kami berlatih
diluar, maka kami masuk kembali ke kelas karena hujan.
Di kelas mereka begitu antusias.
Alunan bunyi barang-barang sederhana tersebut membetuk suatu harmoni yang khas,
ditambah lagi dengan tawa dan canda anak-anak. Sebagai dirigen yang memimpin
latihan mereka, aku begitu senang dengan latihan pertama ini. Mereka sudah bisa
menyatukan harmoni walaupun masih ada kekurangan dalam menjaga tempo. Bel
pulang sekolah pun harus memisahkan keceriaan kami siang itu.
Inilah keceriaan yang kurasakan hari
ini. Senang mereka bisa meneriakkan kata “Merdeka!”, senang mereka bisa menyatu
dengan alam, senang mereka bisa merasakan indahnya harmoni kebersamaan, dan
senang mereka bisa merasakan kemerdekaan dalam mengekspresikan kreativitas
mereka. Dan semoga mereka juga bisa merasakan indahnya kemerdekaan di segi
kehidupan mereka yang lain, khususnya dalam pendidikan mereka.
suka ceritanya, keren :)
ReplyDelete