Thursday, December 27, 2012

Pemberitaan Media dapat Mempengaruhi Timbulnya Stereotip di Kalangan Masyarakat


Di era globalisasi ini, ilmu dan pengetahuan telah berkembang dengan pesat. Salah satu hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan adalah media massa. Media massa, baik yang cetak maupun elektronik, telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, khususnya sebagai sumber informasi. Dalam perkembangannya tersebut, media massa juga bersinggungan dengan isu-isu dalam masyarakat, salah satunya adalah stereotip.
            Stereotip adalah kerangka kognitif yang berisi pengetahuan dan belief tentang kelompok sosial tertentu dan dilihat sebagai tipikal yang dimiliki oleh anggota kelompok tersebut (Prawasti, 2009).  Nelson (2002) juga mengemukakan bahwa stereotip adalah  kepercayaan seseorang bahwa karakteristik tertentu diasosiasikan dengan kelompok tertentu.
Dari usia dini, anak-anak telah dihadapkan dengan stereotip. Ketika para orang tua menginternalisasi anak-anaknya dengan nilai dan norma masyarakat, anak-anak juga menaruh perhatian kepada pesan yang tersirat dan tersurat mengenai hubungan antar kelompok yang mereka dapat dari film, televisi, majalah, video games, dan jenis media lainnya (Nelson, 2002).
            Berangkat dari hal ini, saya berargumen bahwa media dapat menyebabkan timbulnya stereotip mengenai suatu kelompok sosial tertentu. Untuk mendukung argumen saya, saya memfokuskan bahasan saya dalam dua poin, yaitu mengenai pengaruh media dan stereotip. Selain itu, dalam tulisan ini juga akan disertakan bukti-bukti penelitian dan hasil dari studi literatur yang saya lakukan. Namun karena satu keterbatasan, ada satu poin penting yang tidak dapat saya jelaskan, yaitu bagaimana stereotip tersebut mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku terhadap kelompok sosial tertentu.
            Berbicara mengenai stereotip tentunya tidak lepas dari kategorisasi sosial. Menurut Prawasti (2009), dalam kategorisasi sosial, orang melihat orang lain sebagai bagian dari kelompoknya (maka akan disebut sebagai ingroup-nya) atau sebagai anggota dari kelompok lain (akan disebut sebagai outgroup-nya). Beliau juga menambahkan bahwa pembedaan in-group dan out-group juga berpengaruh dalam atribusi, yaitu pada bagaimana mereka menjelaskan perilaku pada dua kelompok yang berbeda ini. Menurut saya, kategorisasi sosial ini menjadi dasar dalam stereotip dimana sudah terbentuk pembeda dalam masyarakat dengan karakteristiknya masing-masing.
            Media massa, termasuk didalamnya film, komik, televisi, dan iklan dipenuhi dengan stereotip (Whitley & Kitte, 2010). Stereotip tersebut bisa mengarah pada kelompok agama atau bangsa tertentu. Penelitian yang dilakukan oleh Shaheen (2003, dalam Whitley & Kitte, 2010)  terhadap lebih dari 900 film Hollywood menemukan bahwa orang Arab secara konstan digambarkan sebagai orang yang tidak punya hati, brutal, tidak beradab, dan fanatik terhadap agama. Film-film tersebut juga menyampaikan pesan yang tidak tepat bahwa semua orang Arab adalah orang Muslim dan semua orang Muslim adalah  orang Arab.
Stereotip yang muncul bisa juga mengarah kepada segi gender. Kim dan Lowry (2005) mengadakan penelitian untuk menganalisa representasi peran dari suatu gender    dalam iklan televisi Korea. Penelitian ini dilakukan dengan metode content analysis dan mengambil sampel 878 iklan televisi Korea di MBC Network yang ditayangkan pada tahun 2001. Mereka menemukan 3 poin penting dalam penelitian ini. Pertama, bahwa perempuan yang bermain dalam iklan tersebut masih muda dan belum menikah. Jika mereka sudah menikah, maka akan mendapat peran mengerjakan pekerjaan rumah tangga sedangkan bagi pria akan mendapatkan peran yang berkaitan dengan bisnis. Kedua, model pria lebih diberikan peran untuk mempersuasi penonton agar membeli produk yang diiklankan. Sebaliknya, perempuan ditempatkan di belakang model utama pria ketika sedang mempersuasi penonton. Ketiga, model perempuan memang didapati lebih sering muncul daripada model pria. Namun, ketika harus mengajak penonton untuk membeli produk dengan kekuasaan yang dia punya, model pria akan lebih diutamakan muncul. Dari sini terlihat jelas bahwa iklan mengdiskreditkan peran dari wanita dan menimbulkan stereotip bahwa laki-laki lebih kompeten daripada perempuan.
Lalu, ada juga penelitian yang dilakukan oleh Al-Shehab (2008). Beliau melakukan content analysis di  program televisi yang dibuat untuk anak-anak dan juga program televisi yang melibatkan anak-anak di dua saluran televisi, yaitu saluran televisi Kuwait dan saluran satelit televisi Mesir. Tujuannya adalah untuk menentukan efek dari program tersebut terhadap gender, representasi, dan stereotip. Salah satu penemuan dalam penelitian ini adalah saluran televisi Kuwait lebih menampilkan karakter pria. yang tidak berkulit putih, dan bukan orang Arab. Sedangkan saluran televisi Mesir lebih banyak menampilkan perempuan, orang kulit putih, dan orang Arab. Rasio antara orang kulit putih dan non-kulit putih serta antara orang Arab dan non-Arab di kedua saluran televisi tersebut menggambarkan bahwa saluran televisi Mesir lebih menyajikan model stereotip dan tradisional (Al-Shehab, 2008)
Representasi orang-orang dalam media massa telah bersifat negatif (Taylor & Stern, 1997 dalam Kim & Lorwy, 2005). Iklan yang ditayangkan di televisi juga menggambarkan stereotip mengenai kelompok sosial tertentu,  salah satunya antara masyarakat kulit putih dan kulit hitam serta ras. Orang kulit putih ditampilkan lebih sering daripada kelompok etnik lainnya dan mereka juga digambarkan secara lebih menonjol (Whitley & Kitte, 2010). Coltrane & Mesineo (2000, dalam Whitley & Kitte, 2010) juga menemukan dalam penelitiannya bahwa orang kulit putih lebih banyak mendapatkan peran orang tua atau suami-istri dalam iklan, dimana orang Asia-Amerika  lebih banyak ditunjukkan perannya sebagai anak-anak. Lalu, laki-laki Afrika- Amerika lebih digambarkan dengan peran agresif daripada orang kulit putih. Sebaliknya, orang Latin lebih tidak terlihat dalam iklan. Disini saya melihat bagaimana presentasi suatu ras yang tidak berimbang dalam iklan di televisi. Semakin sedikit kemunculan suatu kelompok di media, maka semakin besar kemungkinan hal tersebut dikarenakan stereotip (Giles, 2003).
            Sayangnya, memang kita tidak bisa mengeneralisasi pengaruh  media tersebut dari data-data penelitian korelasional yang ada bahwa televisi menyebabkan munculnya stereotip. Hal ini dikarenakan data korelasi tersebut tidak kuat dan konsisten dalam segala kasus (Durkin, 1985b; Gunter & McAleer, 1990 dalam Schneider, 2004). Salah satu contohnya adalah sebuah studi komprehensif mengenai gender (Morgan, 1982 dalam  Schneider, 2004). Selama 3 tahun, dilakukan pengukuran terhadap perilaku menonton TV dan stereotip gender pada anak laki-laki dan perempuan SMP.  Secara umum, untuk anak laki-laki dan perempuan, hubungan antara menonton TV dan stereotip tersebut terbilang sederhana atau rendah  (.34) sehingga melahirkan penjelasan alternatif bahwa sikap (attitude) mempengaruhi perilaku menonton.
            Memang ada juga pendapat bahwa media kurang memiliki efek langsung dalam timbulnya stereotip. Tetapi, efek tidak langsung dari media bisa saja sangat kuat. Karena TV adalah sebuah sarana sosialisasi pasif, dan mungkin memiliki efek paling besar dalam memberi reinforcement daripada menentang kebenaran budaya (Schneider, 2004).
            Walau pendapat diatas ada, tapi nampaknya berkebalikan dengan yang terjadi di lapangan. Baru-baru ini masyarakat dihebohkan dengan pemberitaan miring mengenai kegiatan ekstrakurikuler Kerohanian Islam (Rohis). Stasiun Metro TV mengabarkan berita bahwa ekstrakurikuler Rohis ini menjadi pintu masuk teroris. Dalam tayangan beritanya tentang “Pola Rekrutmen Teroris Muda”, Metro TV menyampaikan lima poin tentang pola perekrutan tersebut, yakni :
  1. Sasarannya siswa SMP Akhir – SMA dari sekolah-sekolah umum
  2. Masuk melalui program ekstrakurikuler di masjid-masjid sekolah
  3. Siswa-siswi yang terlihat tertarik kemudia diajak diskusi di luar sekolah
  4. Dijejali berbagai kondisi sosial yang buruk, penguasa yang korup, keadilan tidak seimbang
  5. Dijejali dengan doktrin bahwa penguasa adalah toghut/kafir/musuh
 Kerohanian Islam adalah organisasi ekstrakurikuler di sekolah yang memfasilitasi siswa untuk mendalami agama Islam dengan berbagai variasi kegiatannya. Mulai dari pengajian umum, mentoring, pelatihan keterampilan, pergelaran seni Islam, membuat berbagai Musabaqah (perlombaan) tentang Al-Qur’an, bimbingan baca tulis Al-Qur’an, kelompok belajar, berkemah sambil bertadabbur alam, mabit (malam bina iman dan taqwa) dengan iktikaf di masjid, kegiatan olahraga dan masih banyak lagiSontak masyarakat Indonesia kaget dengan pemberitaan ini, khususnya para umat Muslim dan juga para alumninya (Syahputra, 2012).
Sontak masyarakat kaget dengan berita ini. Rohis yang identik dengan kegiatan-kegiatannya yang positif dalam mengembangkan moral spiritual siswa, diberitakan sebagai sarang teroris. Pemberitaan ini dapat berpotensi menimbulkan stereotip di masyarakat bahwa ekstrakurikuler Rohis merupakan tempat menghasilkan teroris. Hal ini dapat berpotensi memunculkan stereotip bahwa orang Muslim adalah teroris. Disinilah letak pengaruh media terlihat jelas dapat menimbulkan stereotip kepada kelompok masyarakat tertentu, dalam hal ini orang Muslim.
Kesimpulan dari poin-poin yang telah dijabarkan diatas adalah media memiliki peran yang signifikan dalam menimbulkan stereotip mengenai suatu kelompok masyarakat tertentu. Stereotip ini bisa dipicu dari film, iklan, majalah, video games, dll. Stereotip yang muncul juga mengarah kepada kepada hal-hal sensitif dalam masyarakat, seperti jenis kelamin, ras, warna kulit, golongan agama, dsb. Saya telah memberikan bukti-bukti penelitian, hasil studi literatur, dan contoh nyata yang mendukung argumen saya bahwa stereotip mengenai suatu kelompok masyarakat tertentu bisa ditimbulkan dari pemberitaan media.
Televisi baik dalam menyajikan potongan-potongan realita, tetapi kurang baik dalam menyajikan kompleksitas secara menyeluruh (Schneider, 2004). Dan sayangnya juga, sangat mudah melihat bagaimana bias yang sangat nyata dalam media dapat menghidupkan terus-menerus stereotip terhadap satu kelompok ras tertentu (Nelson, 2002) .


Referensi :

Giles, D. (2003). Media Psychology. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Kim, K. & Lowry, D.T. (2005). Television commercial as a lagging social indicator: gender role stereotype  in korean television advertising. Sex Roles, 53, 901-910.

Nelson, T.D. (2002). The Psychology of Prejudice. Boston : Allyn and Bacon.

Prawasti, C.Y. (2009). Stereotip, prasangka, dan diskriminasi. Dalam Sarwono & Meinarno (Eds.), Psikologi Sosial. (pp. 226-227). Jakarta: Salemba Humanika.

Schneider, D.J. (2004). The Psychology of Stereotyping. New York: The Guilford Press.

Al-Shehab, A.J. (2008). Gender and racial representation in children’s television programming in kuwait: implications for education. Social Behavior and Personality, 36, 49-64.

Syahputra, A.R. (2012, September 15). Rohis dan fitnah busuk metro tv. Diambil dari http://politik.kompasiana.com/2012/09/15/rohis-dan-fitnah-busuk-metro-tv/



Saturday, December 15, 2012

PENDIDIKAN KARAKTER: SEBERAPA PENTING?


                  Manusia memiliki kemampuan untuk melesat jauh ke masa depan (Koesoema, 2007). Salah satu sarana untuk manusia melesat jauh ke masa depan adalah melalui pendidikan. Pendidikan telah menjadi sarana yang efektif dalam mengembangkan kemampuan manusia, mulai dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek kognitif telah menjadi fokus utama yang dititikberatkan oleh dunia pendidikan sejak dulu. Lalu, bagaimana dengan karakter manusia sebagai aspek afektif dari manusia? Apakah perlu untuk dikembangkan?
            Sebelum itu, mari kita lihat definisi dari aspek penting yang akan dibahas dalam esai ini, yaitu pendidikan dan karakter. Menurut KBBI, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Sedangkan pengertian karakter menurut Prof. Suyanto, Ph.D dalam artikelnya “Urgensi Pendidikan Karakter” adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat (Suyanto, 2009). Inilah yang menjadi tujuan utama dari pendidikan karakter. Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. 
Secara esensial, pendidikan karakter memiliki 3 aspek di dalamnya, yaitu understanding, caring about, dan acting upon core ethical values (Lickona, 2004). Dalam arti, pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk membantu individu megerti dan memahami, peduli dengan apa yang ada di lingkungan  sekitarnya, dan tetap memperhatikan etika/aturan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat.
Apa dampak dari pendidikan karakter ini? Sebuah penelitian yang dilakukan Chang & Munoz (2006) telah membuktikan manfaat dari pendidikan karakter melalui Project CARE (Character Actualization Requires Education). Proyek ini merupakan implementasi dari pendidikan karakter yang dikembangkan di Amerika, yaitu Child Development Project (CDP). Penelitian ini mengambil subjek 390 guru dan 3.908 siswa kelas 3-5 di 16 sekolah yang ada di Jefferson County Public School District, Louisville, Kentucky. Dari penelitian ini, Chang dan Munoz menemukan bahwa project ini memberikan impact yang positif bagi para siswa. Para siswa yang menjalani project CARE lebih menunjukkan sifat kemandirian dan berpengaruh di kelas serta lebih menunjukkan social support kepada rekan-rekan di kelasnya.
Pada akhirnya, pendidikan karakter tidak hanya bisa dipahami sebagai suatu proses yang instan, hanya dengan beberapa pertemuan di sekolah maka sang anak akan memiliki karakter yang baik. Dibutuhkan waktu, tenaga, dan banyak hal lainnya yang saling mendukung untuk membentuk dan mengembangkan tatanan karakter yang baik agar tercipta sebuah generasi yang memiliki pola pikir dan pandangan yang luas dan bijaksana sehingga melahirkan generasi berbudi pekerti luhur serta mampu mengendalikan emosi dengan baik agar tercipta karakter yang kuat bagi individu tersebut.




Referensi :

Koesoema, D.A. (2007). Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: PT. Grasindo.

Chang, F. & Munoz, M. (2006): School personnel educating the whole child: impact of character education on teacher’s self assessment and student development. Journal of Personnel Evaluation in Education, 19, 35-49.

Lickona, T. dalam Fajri, M. (2012). Hakikat Pendidikan Karakter. Diambil dari http://vhajrie27.wordpress.com/2012/02/13/hakikat-pendidikan-karakter/ Diakses pada Rabu, 3 Oktober 2012 pukul 08.33.

Suyanto. (2009). Urgensi Pendidikan Karakter. Diambil dari http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html Diakses pada Rabu, 3 Oktober 2012 pukul 08.07

                                                                   

Friday, November 9, 2012

PERCAYALAH

PERCAYALAH...
Bahwa komitmen dan integritas adalah hal yang tidak ternilai harganya
Mempertahankannya adalah suatu hal yang tidak mudah
Kau harus mempertimbangkan berbagai macam pilihan
Dimana pilihan-pilihan itu adalah merupakan passionmu dan telah menjadi prioritasmu

Tapi,

PERCAYALAH
Komitmen dan integritas yang kita pegang
Akan berbuah manis pada akhirnya.

PERCAYALAH
Karena saya telah merasakannya.. :)

Selamat datang PDKM dan Gerakan UI Mengajar dalam daftar skala prioritas seorang mahasiswa Psikologi, single-fighter, dan yang percaya bahwa tiap orang mampu melakukan sesuatu yang besar bagi bangsa Indonesia.

PERCAYALAH, bahwa KAMU BISA! KITA BISA!

Salam Hangat,
OWL


Tuesday, October 9, 2012

Friday, October 5, 2012

Semangat 5th

Malam ini...
Gue menemukan sesuatu yang menarik...
Tidak biasa dan belum pernah gue temuin lagi sejak lama...

Malam ini...
Gue melihat sebuah kelucuan..
Bukan sebuah lawakan atau jokes
Tapi sebuah kelucuan yang tidak terdefinisikan

Terima kasih telah menjadi semangat malam ini..
Walau mungkin tidak secara langsung kita menyadarinya.

Terima kasih. :)

Salam hangat,
OWL

Thursday, October 4, 2012

SEMOGA BISA...

Semoga bisa...
Mewujudkan impian untuk bisa terjun langsung dalam pengabdian masyarakat.

Dulu yang waktu SMA orientasinya hanya datang, belajar, ekskul, pulang.
Ternyata dunia sebenarnya tidak hanya sekedar hal-hal diatas.

Semoga bisa...
Mengubah orientasi tersebut dan lebih peduli terhadap sesama..
Lebih menyadari bahwa alasan berada di kampus perjuangan
Adalah benar-benar berjuang
Berjuang demi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.

Dan sekarang kesempatan terbuka untuk mewujudkannya
Dan sedang dijalani prosesnya...
Call for Pengajar Gerakan UI Mengajar Angkatan II




Semoga Tuhan berkehendak...
Dan semoga bisa...
Menginjakkan kaki di Pandeglang, Banten.

Semoga bisa....










Monday, October 1, 2012

BANGGANYA HARI INI

Hari ini...
Untuk pertama kalinya...
Secara langsung...
Gue melihat Panji Fakultas Psikologi BERKIBAR...
Di tengah tiupan angin...
Panji itu...
Memberi gue satu alasan...
Untuk tetap mencintai almamater..
PSIKOLOGI UI. :)

Wednesday, June 20, 2012

IF YOU ARE NOT THE ONE

If your not the one then why does my soul feel glad today?
If your not the one then why does my hand fit yours this way?
If you are not mine then why does your heart return my call?
If you are not mine would I have the strength to stand at all?

I never know what the future brings, but I know your here with me now.
We'll make it through and I hope you are the one I share my life with.


I don't wanna run away but I can't take it, I don't understand.
If I'm not made for you then why does my heart tell me that I am?
Is there anyway that I can stay in your arms?

If I don't need you then why am I crying on my bed?
If I don't need you then why does your name resound in my head?
If your not for me then why does this distance maim my life?
If your not for me then why do I dream of you as my wife?

I don't know why you're so far away but I know that this much is true.
We'll make it through and I hope you are the one I share my life with.
And I wish that you could be the one I die with.
And I pray that you're the one I build my home with.
I hope I love you all my life.

I don't wanna run away but I can't take it, I don't understand.
If I'm not made for you then why does my heart tell me that I am?
Is there anyway that I can stay in your arms?


'Cause I miss you, body and soul so strong that it takes my breath away.
And I breathe you into my heart and pray for the strength to stand today.
'Cause I love you, whether its wrong or right and though I can't be with you tonight, you know my heart is by your side.


(If You're Not The One- Daniel Bedingfield)

Sunday, May 27, 2012

MARI BERBAGI :)

Yuuuuk, mari kita berkontribusi. :)

Departemen Pengmas BEM Bakti 2012 bekerja sama dengan Departemen Pengmas BEM FH UI mempersembahkan: We Care 2012. Akan diadakan kunjungan sosial ke Lapas Anak Pria Tangerang tanggal 16 Juni 2012. Teman-teman semua juga bisa loh ikut berkontribusi dalam acara ini! Caranya?
1. Berikan tanda tangan teman-teman di spanduk @ selasar gedung D Fakultas Psikologi UI, spanduk sudah bisa ditandatangani Selasa, 29 Mei 2012 
2. Dan atau membeli penggaris We Care sebagai bentuk donasi sebesar Rp 5000,- yang dijual panitia, atau bisa hubungi CP: Devina 081806673885
Kontribusi teman-teman akan sangat membantu mereka merasakan semangat tema We Care 2012 "I'm The Captain of My Life", so tunggu apa lagi? Ayo tunjukin kepedulian teman-teman dengan ikut berkontribusi \(^o^)/

INI AKU... UTUSLAH DIA

“Ini aku, utus aku!
Kudengar Engkau memanggilku.
Utus aku; tuntun aku;
‘Ku prihatin akan umatMu.”
            Rekan muda sekalian pasti sudah tidak asing lagi dengan lagu ini. Sungguh terlalu (kalo katanya bang Rhoma) kalau sebagai warga GKI tidak tahu lagu ini. (hehehe.. J ) Yapp, inilah salah satu karya dari Daniel Schutte (1991) yang tercantum dalam Pelengkap Kidung Jemaat nomor 177. Lagu ini sering ini dipakai dalam liturgi, khususnya di bagian Pengutusan. Lalu, apakah ini hanya sekedar lagu pengutusan? Apakah pengutusan dalam setiap ibadah tersebut benar-benar telah mengutus kita?
            Sebelumnya, mungkin dari rekan muda sekalian merasa ganjil dengan judul dari tulisan ini. Ya, judul ini sengaja dipilih untuk sekedar menggelitik kita soal pengutusan atau bisa dibilang pelayanan kita di kehidupan ini. Namun, jika mau kita cermati, bukankah kita sering seperti itu? Kalimat “Ini aku, utuslah dia” juga sering dijadikan lelucon yang sebenarnya ingin mengatakan, “Jangan gue..”, “Gue kan udah melayani di gereja, ngapain melayani di luar gereja, “Gue lagi banyak tugas nih, gak sempet ikut baksos gereja”, “Nanti ya, kalo gue ada waktu gue mungkin akan ikut pelawatan ke rumahnya”, dsb.
Sebagai pemuda dan remaja, kita pasti sudah tidak asing dengan pelayanan, khususnya di gereja. Ada yang melayani sebagai pemusik, pemandu pujian, lektor, pengurus komisi pemuda/remaja, dsb. Bahkan berkat potensi dan talenta yang Tuhan berikan, kita bisa melayani di lebih dari satu bidang pelayanan. Bisa dibilang juga, “kalo gak pelayanan di gereja, kayak ada yang kurang sob.” Semangat pelayanan tersebut sungguh luar biasa besar. Namun, apakah semangat pelayanan tesebut hanya ada dalam pelayanan di gereja? Bagaimana dengan pelayanan di luar gereja? Berikut ini ada sebuah kisah nyata yang dialami oleh dr. Howard Kelly, seorang yang dulunya adalah anak orang miskin yang kemudian bisa menjadi dokter.

Adalah anak lelaki miskin yang kelaparan dan tak punya uang. Dia nekad mengetuk pintu sebuah rumah untuk minta makanan. Namun keberaniannya lenyap saat pintu dibuka oleh seorg gadis muda. Dia urung minta makanan, dan hanya minta segelas air.
Tapi sang gadis tahu, anak ini pasti lapar. Maka, ia membawakan segelas besar susu. “Berapa harga segelas susu ini?” tanya anak lelaki itu.
“Ibu mengajarkan kepada saya, jangan minta bayaran atas perbuatan baik kami,” jawab si gadis.
“Aku berterima kasih dari hati yang paling dalam… ” balas anak lelaki setelah menenggak habis susu tersebut.
Belasan tahun berlalu…
Gadis itu tumbuh menjadi wanita dewasa, tapi didiagnosa punya sakit kronis. Dokter di kota kecilnya angkat tangan. Gadis malang itu pun dibawa ke kota besar, di mana terdapat dokter spesialis.
Dokter Howard Kelly dipanggil untuk memeriksa. Saat mendengar nama kota asal wanita itu, terbersit pancaran aneh di mata sang dokter.
Bergegas ia turun dari kantornya menuju kamar wanita tersebut. Dia langsung mengenali wanita itu.
Setelah melalui perjuangan panjang, akhirnya wanita itu berhasil disembuhkan. Wanita itu  pun menerima amplop tagihan Rumah Sakit. Wajahnya pucat ketakutan, karena dia tak akan mampu bayar, meski dicicil seumur hidup sekalipun. Dengan tangan gemetar, ia membuka amplop itu, dan menemukan catatan di pojok atas tagihan…
“Telah dibayar lunas dengan segelas susu …” Tertanda, dr. Howard Kelly.
(dr. Howard Kelly adalah anak kelaparan yang pernah ditolong wanita tersebut. Cerita disadur dr buku pengalaman dr. Howard dalam perjalanannya melalui Northern Pennsylvania, AS)

            Sungguh indah bukan pengalaman yang dialami oleh dr. Howard Kelly dan wanita tersebut? Wanita itu tidak menyangka akan bertemu lagi dengan seseorang yang dulunya dia tolong dengan memberikan susu. Dan tidak disangka juga orang yang dia tolong itu akan membantu dia ditengah sakit yang dideritanya.
            Nah rekan muda, bagaimana kalau waktu itu si wanita tidak menolong anak kecil itu? Bagaimana kalau dia tidak mengindahkan anak itu dan menutup kembali pintu rumahnya dan masuk begitu saja kerumahnya tanpa menolong anak itu? Mungkin saja anak itu bisa meninggal karena kelaparan. Bisa juga dia memutuskan untuk mencuri di toko makanan dan bisa dipukuli oleh massa ketika tertangkap. Dan segala cara lainnya bisa dia lakukan untuk memenuhi kebutuhan akan makanannya.
            Mari kita mengandaikan anak kecil itu sebagai orang-orang diluar sana, diluar lingkungan gereja. Mereka kekurangan, mereka membutuhkan bantuan orang lain, dan mereka hidup dengan apa yang ada pada mereka, bukan apa yang bisa mereka beli atau gesek dengan kartu kredit. Dan si wanita dengan rumahnya anggaplah sebagai kita yang ada di dalam gereja. Dari cerita diatas, kita sebagai warga gereja sudah ikut membantu orang-orang yang ada di luar gereja dengan latar belakang yang berbeda dari kita. Namun rekan muda, bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi bila kita tidak membuka pintu rumah tersebut?
            Begitulah dengan pelayanan kita. Ketika kita hanya berfokus pada pelayanan di dalam gereja saja, maka sama saja kita menjadi terang di antara terang. Padahal seharusnya kita menjadi terang di tengah kegelapan. Mari kita lihat pada kisah Maria dan Marta. Berikut kutipan dari salah satu ayatnya.
Lukas 10:40 “sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: "Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku."

Dari cerita diatas, Yudhi Gejali mengemukakan beberapa poin yang dapat kita ambil dan kita pelajari dalam melayani Dia:
1.          Pelayanan adalah komitmen pribadi
Maksudnya pribadi adalah kita yang memilih untuk pelayanan, jangan melayani karena dipaksa; entah itu dipaksa pembina rohani, ataupun karena gak enak sama temen karena sudah diajak berulang kali. Karena pelayanan adalah komitmen pribadi, jangan bersungut-sungut, jangan berkata “Tuhan, ko gue lg sih yg angkat-angkat kursi, pembina gw malah enak-enak cumen salam sana sini ketawa-ketawa.” Pelayanan adalah pribadi, kita yang memilih dan mengambil keputusan untuk melayaniNya.We choose to serve Him, no one force us to do it.
2.         Duduklah yang cukup dibawah kakiNya
        Sebelum kita bisa melayani Dia, biarlah Dia melayani kita lebih dahulu. Seperti Maria yang duduk dikaki Tuhan, dia dilayani Tuhan terlebih dahulu. Bagaimana mungkin kita bisa melayaniNya tanpa dilayani terlebih dahulu? Ibarat bejana, kalau bejana itu kosong, dan pemiliknya tidak menuangkan air terlebih dahulu kebejana tersebut, bejana tersebut tidak akan dapat berfungsi dan melayani pemiliknya. In Order to walk well, we should learn to sit well.
3.          Senyummu tidak akan menyakiti siapapun
        Kita tidak akan pernah tahu kondisi masing-masing pribadi yang datang ke gereja. Mungkin ada yang semalam habis bertengkar dengan suami/istrinya. Mungkin juga ada yang bisnis atau usahanya sedang mengalami kendala. Mungkin juga ada anak remaja yang gayanya nyeleneh karena orang tuanya ribut terus dirumah. Kita tidak akan pernah tau apa yang sedang mereka alami, oleh karena itu tetaplah tersenyum. Segalak, sejutek, sekasar apapun mereka tetaplah berikan senyuman yang manis dan pelayanan yang baik untuk mereka. Kita tidak akan pernah tau betapa senyuman kita membantu mengangkat mood mereka. At the end, our smile is not harmful to them.

Selamat duduk dikakiNya, melayaniNya saat kita sudah dilayaniNya, dan memberikan yang terbaik dalam pelayanan. Biarlah kita menjadi kitab yang terbaca bagi orang lain, tidak hanya bagi orang yang ada dalam gereja saja melainkan juga untuk saudara-saudara kita diluar sana.  Biarlah kita bisa berkata Tuhan ini aku, utuslah aku.

Referensi:

Friday, May 25, 2012

HEY, BIG PROBLEM! I HAVE BIG GOD


            Kekuatiran seringkali dimiliki banyak orang entah apapun profesinya. Sebagai siswa/i dan mahasiswa/i,  banyak hal yang kita kuatirkan. Kuatir kalau nilai turun, kuatir kalau tidak bisa membagi waktu antara belajar dengan teman bermain, kuatir dengan pelayanan yang kita kerjakan, kuatir dengan kondisi kesehatan, dan tentunya maasih banyaaak lagi, bahkan mungkin di satu buku tulis kita tidak cukup untuk menuliskannya. Semua orang hidup dengan kekuatirannya masing-masing karena kita sebagai manusia tidak tahu dengan apa yang akan terjadi pada hari esok.


            Tak jarang juga kita merasakan kekuatiran tersebut karena tuntutan dari faktor eksternal., seperti orang tua atau saudara yang menanyakan kapan rencana untuk lulus, yang mungkin dapat membuat membuat kekuatiran yang lebih lagi karena akan terdapat pikiran-pikiran, “Bisa gak ya ngebahagiain orang tua?”, “Kalau lulus dengan nilai yang jelek gimana ya?”, “Sebenarnya minat aku apa ya?”, “Setelah lulus SMA bisa masuk universitas favorit gak ya?”. “Setelah lulus kuliah langsung dapat kerja gak ya?”.


            Nah teman-teman, jadi sebenarnya apa itu kuatir? Salah satu ayat yang menyatakan tentang kuatir adalah Filipi 4:6 yang berbunyi. “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur”. Sementara itu, Alkitab versi NIV sendiri menuliskan ayat tersebut sebagai berikut “Do not be anxious about anything, but in every situation, by prayer and petition, with thanksgiving, present your requests to God”.


            Sebagai manusia biasa, orang beriman pun tidak lepas dari rasa kekuatiran tersebut. Hal ini terjadi karena kita terlalu fokus pada diri kita sendiri. Kita sudah terlanjur men-judge diri kita bahwa kita tidak bisa mencapai sesuatu, tanpa berusaha terlebih dahulu. Dari sini terlihat bahwa kita terlalu mengandalkan kekuatan diri kita sendiri dalam menjalani hidup ini dan menjadi takut ketika kita berpikir bahwa ada hal-hal didalam maupun diluar diri kita yang membuat semuanya tidak pasti. Padahal kita mempunyai Tuhan yang selalu beserta kita setiap hari. Lalu perlu gak sih sebenarnya kita kuatir? Kalau dipikir-pikir, sebenarnya tidak perlu karena beberapa alasan. Pertama, kuatir itu merupakan pekerjaan yang sia-sia. Tuhan Yesus dalam Lukas 12:25 berkata. “Siapakah diantara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta pada jalan hidupnya?” Rasa kuatir tidak akan  dapat menghasilkan apa-apa tetapi malah membuat kita terkadang menjadi jauh dari Tuhan. Kedua, Tuhan sendiri memberikan jaminan bahwa Ia akan mencukupi segala kebutuhan kita. Burung-burung gagak yang tidak menabur dan tidak menuai, bunga bakung yang tidak memintal dan tidak menenun, dan rumput di ladang saja dipelihara oleh Tuhan, apalagi kita sebagai manusia (Lukas 12:24, 27, 28).

            Teman-teman, berikut ini ada satu ilustrasi yang akan memberikan gambaran kepada kita mengapa kita tidak perlu merasa kuatir:

Ada dua orang pelancong asal Swiss yang melakukan pendakian di sebuah gunung. Saat pulang, mereka terpaksa menumpang sebuah mobil rombeng. Jalannya tersendat-sendat karena mesin tuanya.
Sepanjang jalan, pelancong pertama sibuk mencemaskan kondisi mobil. Ia terbekap rasa kuatir kalau mobil itu mogok di tengah jalan. Ia kuatir kalau bensinnya habis dan tidak ada pom bensin disana.
Sementara pelancong kedua tampak santai-santai saja. Ia begitu menikmati pemandangan indah bukit-bukit di negeri cokelat itu. Bukit-bukit yang puncaknya dihiasi salju putih. Beberapa kali ia mengabadikan keindahan itu dengan kamera pocketnya.
Setelah satu jam berlalu, akhirnya mobil uzur itu pun tiba di kota yang dituju. “Kok kamu sempat-sempatnya ambil gambar pemandangan itu? Apa kamu tidak cemas?,” tanya pelancong pertama. “Apa yang perlu dicemaskan. Seandainya ada masalah, pasti ada jalan keluarnya. Aku suka dengan perjalanan tadi,” kata pelancong kedua.


            
          Kisah diatas menolong kita untuk memahami bagaimana seringkali kekuatiran membuat kita kehilangan banyak hal yang berharga. Lebih buruknya lagi, seringkali kekuatiran itu tidak terbukti separah apa yang kita kuatirkan atau malah tidak terbukti sama sekali. Kekuatiran tidak akan menambah sejengkal pun usia kita. Banyak orang hidup dalam kekuatiran dan cemas mengenai apa yang belum terjadi. Orang sering takut dan tidak tahu apa yang ia takuti akhirnya. Akhirnya, orang yang seperti ini tidak akan menikmati kehidupan.


Dari alasan-alasan diatas, kita dapat melihat bahwa Allah terus bekerja dan beserta kita selalu. Mungkin ada saatnya dimana kita merasa apa yang terjadi kurang baik bagi kita tetapi kita harus kembali mengingat bahwa yang paling tahu apa yang terbaik bagi kita adalah Tuhan sendiri. Oleh karena itu, kita harus lebih menyerahkan hidp kita kepada Tuhan. Jadi tidak ada lagi alasan untuk kuatir karena ketika kita berdoa dan meminta kepada Tuhan, maka Tuhan akan memberikan yang terbaik untuk kita, Ketika masalah datang, kita bisa mengatakan, “Hey big problem, I Have a Big God” karena memang benar Dia adalah Tuhan yang besar. Dan kasihnya kepada kita merupakan kasih yang tidak berbatas dan tidak terhalang oleh apapun.                                                                                                                                                                                               




Wednesday, May 23, 2012

GODLY MEN vs WORLDLY MEN

Dear Girls, 


There are two kinds of men: Godly men, and worldly men. 
What kind of man do you want? 
I’m betting most of you said “a Godly man.” 
Someday, you want to marry a man who loves God with every fiber of his being because he will be an excellent husband and father. 
He will honor and be true only to you. 
Most women want a Godly man or at least think they do. 
Well, I think I have found a way to tell you exactly what kind of guy you will get. I don’t even have to know you! All I have to do is look at you. 





The kind of guy you want or will get is advertised by the clothing you wear. 
I know what men want. Trust me, I am a guy. I know more guys than you do and I know them better. 
I know what we think, what we talk about, what we want, and what we look for, and it is different for each one of us depending on our relationship with God. 
I’m sure you already know this, but men were created differently than you. We have different desires and priorities. 
Our eyes and minds react very differently to some things than yours do. 
It isn’t disgusting, perverted, or wrong; it is wonderful and good! 
It is how God made us. It’s how we handle these differences that separate a Godly man from a worldly man. 



A worldly man doesn’t control himself, rather, he looks at anything that attracts his attention or gets him excited. A worldly guy has no problem when girls wear clothes that show off skin, like boxers, high or low-cut shirts, low-rise jeans, and “cute” little swim-suits. 
He’s a fan of tight-fitting shirts and pants that show off your form, he thinks they’re fine! 
Worldly guy watches a lot of TV and R-rated movies, isn’t really offended by sexual content or nudity and secretly dabbles in pornography. He’s a “Christian” and makes up a significant portion of your church and youth group. He’s a really nice guy and sees you mainly for your body. 



If you were to marry worldly guy, he’d bring lots of baggage into the relationship, have intimacy problems, entertain thoughts of other women, and possibly cheat on you. 



A Godly man is in control of his drives and desires. 
He constantly seeks God and reads his Bible. 
He “walks in the Spirit” and isn’t set off by everything he sees. 
When immodestly-dressed girls, magazine covers, or risqué advertisements come into view, Godly guy quickly “bounces his eyes” away from the image. 
He’s constantly guarding his thoughts and what he allows into his mind. 
He hates being around girls that disrespect him and his struggles by wearing inappropriate attire. 
Godly guy doesn’t watch much TV and is selective about the movies he sees. He views you as a person, knows you and respects you. 
He has your best interests in mind and guards against inappropriate thoughts of you. 



If you were to marry Godly guy, he would give you the emotional attention you need, he would ignore other women and remain faithful to you no matter what. 



Unfortunately, there are more worldly men than Godly men. 
And to make matters worse, to the untrained eye, a worldly man can look a lot like a Godly man. 
So what can you do to only attract a Godly man? 
An important way of delineating between them lies in how you dress. 
As mentioned before, the clothes you wear advertise what kind of guy you are looking for. 
If you dress immodestly, you will attract worldly guys and scare away the Godly ones. 
It all comes down to the kind of man you want to spend your time around and eventually marry. 
You cannot afford to be complacent in this area of your life! 
You will pay the price someday. 



This issue isn’t limited strictly to you and your future relationship. 
The way you dress directly affects other men and women and their relationships. 
You don’t see the struggles, the pain, the tears and the sin that you cause, but I can promise that you would be shocked if you did! 
Ask any Christian young man; we’ve all seen it. It’s kept hidden but it is definitely there. 
By dressing immodestly, you effectually spit on the struggles of our weaker ranks, appearing to care more about toying with us than helping us. 
You’ll never know how many broken relationships and lifestyles of sin you’ve contributed to simply by the way you dress. 

You want to marry a Godly man someday, well so do many other women. Don’t just help yourself and your future, help all women and their relationships by showing discretion in your dress. 



Of course, I understand the desire to look stylish, attractive, and “cute.” 
It’s important to fit in and get attention. Trust me, it can be done modestly! 
I also understand that it is easier for some girls to find stylish and well-fitting clothes than it is for others. 
This is an area where guys really don’t understand what you are up against. 
But just remember, for every sacrifice you make to honor God with your image, Godly men are making sacrifices in their lives that are just as hard, if not harder! 
They will and do respect you so much for choosing to be modest! 
A real lady is conscientious of the image she presents, and real men want a real lady. 
And you can forget about any guys missing out on how attractive you are because you don’t wear revealing clothing. 
You could wear a circus tent and we would still know; it’s a gift we have. 




And so the question still remains: 
What kind of man do you want? Answer with your shirt. :)


NB: Tulisan ini diambil dri notes FB yang di tag oleh seorang senior di kampus saya, JIT. Semoga menginspirasi. :)